Sabtu, 28 Oktober 2017

Belum Terbalas


        Gerimis membasahi pepehonan dan tanah yang ku tempati, bahkan untuk bersembunyi pun aku harus berlari untuk mencari tempat berteduh meskipun harus berada di selokan yang kotor. Tempat tinggalku sudah menjadi bangunan yang tidak pernah aku mengerti, keras dan besar, dan sangat tinggi. Bahkan, bangunan itu telah menggusur keluargaku untuk pergi secara paksa, aku tidak mengerti mengapa bangunan itu sangat kejam kepada mahkluk layaknya aku.
        Hujan dan gelap datang bersamaan dengan air yang telah membasahi tubuhku, genangan air membuat aku harus segera keluar dan mencari tempat singgah yang lain, aku berlari sangat cepat, hingga aku tidak merasa, ada benda besar yang telah mengantam badanku dan semua menjadi gelap.
        “Ihsan… Ihsan… bangunlah, nak!”
        Aku mendengar suara ibu berkali-kali memanggil dengan nada samar samar kudengar. Suara itu seperti membuat aku masuk pada dunia masalalu, disaat semua masih baik baik saja, tanpa ada bangunan kejam yang hampir saja membunuhku.


        Suara yang sering terdengar  mulai bersenandung mengemakan semua yang hidup bersamaku disini, aku hanya tahu, bahwa suara itu, adalah pujian untuk tuhan sang maha pemberi hidup dan sering ku dengar, tubuh berbadan besar menyebutnya dengan “suara adzan”. Langit terlihat berwarna biru tua, sedangkan sang surya masih malu untuk menampakkan dirinya, suara kicauan silih berganti, menandakan waktu telah pagi, dan tugas untuk mulai mencari makan. Aku melihat semua                          Pemandangan indah seperti ini disetiap pagiku, ku panjat pohon dan duduk di ranting untuk sekadar menyapa mereka, entah mereka mengerti bahasa yang aku bicarakan atau tidak. Aku memang tinggal bersama mereka, tetapi bahasa ungkapan berbeda.
      Setelah matahari sudsh terlihat olehku, barulah aku turun dan kembali ke keluargaku, rumahku memang tidak cukup luas, hanya terbuat dari bekas bebatuan dahan dahan dan daun kering. Seperti biasa ibu sedang mencari makanan untuk aku, ayah, dan dua adikku. Biasanya aku hanya bermain kejar kejaran atau sekadar menganggu adikku saja untuk menghilangkan rasa jenuh menunggu ibu yang tidak kunjung datang, sedangkan ayah hanya melihat dan menjaga aku dari jauh.
     “ Ihsan, Miko, Jira… kemarilah nak, ibu membawakan makanan untuk kalian, hari ini, kita akan makan sepuasnya ya.” Teriak ibu sambil membawa makanan
       “ Ah, ibu… aku senang sekali, mari makan bersama.”
Sesekali aku melihat ayah dan ibuku makan dengan lahap, sedangkan adik adikku mencoba merebut makanan dari ibu, mungkin makanan ini masih begitu keras bagi mereka, aku hanya tersenyum saja melihat kebersamaan ini setiap hari, aku lanjutkan makan sampai aku merasa kenyang, aku tidak sanggup untuk menghabiskannya, makanan ini cukup banyak untuk badan sepertiku,
       Setelah selesai, aku duduk dan melihat sekeliling, banyak mahkluk lainnya sedang berlarian, atau hanya duduk seperti apa yang aku lakukan. Cuaca sangat terik untuk hari ini, panas sekali, sampai aku memutuskan untuk masuk kedalam rumah.
      “ Miko dan Jira, jangan jauh jauh mainnya ya, kalau sudah mulai gelap, segera pulang.” Terdengar ibu berbicara kepada adik adiku disaat aku mulai beranjak untuk tidur.
Aku tertidur.
       “ Ayo hancurkan tempat ini, pusat pembelanjaan akan segera dibangun ditempat ini!” teriakan aneh yang tidak pernah aku mengenalnya.
      “ Tebang pohon dan kemudian rapihkan tempat ini, cepat.” Lanjutnya
Suara berisik apa, mengapa banyak bertubuh besar disini, apa yang akan mereka lakukan dengan tempat tinggalku, aku tersentak bangun setelah memikirkannya, aku ketakutan, aku segera memeluk Ibuku.
      “ Ibu ada apa ini, untuk apa mereka di tempat kita? “
      “ Ibu tidak tahu, nak yang jelas kita harus cepat pergi dari tempat ini sekarang juga,”
      “ Mengapa bu, apakah makhluk berbadan besar itu akan menghancurkan semuanya?”
      “iya!” jawabnya singkat
       Ibu meyuruh aku mengikutinya dari belakang untuk berlari sangat cepat, menghindar dari benda dan mahkluk bertubuh besar, aku  tidak melihat ayah dan adik adiku, entahlah, yang aku pikirkan adalah aku berlari mengikuti perintah ibuku.
      Aku dan ibu berhenti sebentar didaratan lebih tinggi, aku melihat tempat tinggal yang sering kunikmati berubah menjadi kobaran api dan suara berisik dari benda benda besar itu, aku tidak mengerti dimana keberadaan ayah dan adikku, aku hanya melihat ibu yang bermuram lemas melihat kejadian didepannya, ia hanya mampu menangis dan berteriak saja. Aku tidak berani bertanya dimana keberadaan keluargaku yang lainnya, karena terakhir aku mendengar ibu meminta adikku untuk pulang sebelum gelap dan ayah masih menemani ibu makan, aku tidak tahu apa yang sudah terjadi yang hanya aku tahu aku tertidur dan terbangun sudah berbeda keadaannya. Aku tidak melihat keluargaku yang lainnya.
      Ibu masih memilih bungkam dan terus melihat pada tempat tinggal kami, aku duduk dan menunggunya lebih tenang. Setelah beberapa menit, ibu mencium keningku, dan duduk disampingku.
      “ Adik dan ayahmu mungkin sudah meninggal, nak.”
 Suara lirih disertai tangisan yang tak kunjung usai, terdengar napas yang masih serasa sesak untuk memulai sebuah cerita
     “ Adikmu bermain, mereka belum pulang, ayah menyusul untuk mencari, sedangkan aku diperintahkan untuk menjagamu, aku tidak tahu, bahwa itu adalah pesan terakhir untukku, nak,”
Tangisan ibu pecah.
      Aku terdiam dan berdiri, mencoba tegar dan mencium ibu, aku memeluknya dengan erat, aku masih tidak tahu dengan apa yang aku hadapi saat ini, semua masih membingungkan untuk seusia aku, mungkin saat ini hanya tersisa dendam dan amarah untuk benda dan makhluk bertubuh besar itu, apa salah keluargaku? Apa salah teman temanku? Apa salah tempat tinggalku? Hingga mereka datang dan menghancurkan semua yang sudah aku miliki, aku tidak pernah menganggu mereka, bahkan aku tidak tahu siapa mereka? Mengapa mereka begitu kejam? Apa yang mereka inginkan, mengapa mereka membunuh ayah dan adikku? Apa yang diinginkan? Kulit cantik apa? Untuk apa?
     Rasanya ingin aku melawan mereka, aku ingin berlari dan menghentikan mereka, menanyakan semua pertanyaan dari makhluk seperti aku. Tetapi ibu mencegahku, ia hanya memberitahu untuk menerima nasib yang sudah diberikan tuhan pada makhluk seperti aku.
      Ibu berdiri dan member isyarat untuk pergi dari tempat ini. Tempat yang baru, tidak ada tempat berlindung dan senyaman di tempatku seblumnya, tidak ada lagi pagi yang sering aku lihat, tidak ada lagi candaan dari keluargaku. Semua sudah musnah.
      Sampai pada keadaan yang ingin membunuhku, aku mengingat semuanya. Benda besar dan keras yang sudah menghantamku pergi begitu saja, aku melihatnya sebelum aku benar benar menutup mata dalam kegelapan.
      Hujan sudah membasahi tubuhku, aku terbangun, aku melihat ibu sudah mencium dan mencoba menggangkat tubuh bahkan tidak bisa kurasakan, aku hanya melihat ibuku menangis melihat keadaanku, aku tidak bisa bergerak untuk berdiri dan memeluknya, tubuhku terasa kaku, aku hanya bisa menciumnya saat ia menundukkan kepala untuk menggangkat tubuhku.
       “Ibu.” Hanya suara itu yang aku bisa katakan padanya
       “ Benda apa tadi yang melemparku, dan siapa yang menghancurkan tempat tinggal kita, Aku hanya sebagian dari makhluk tuhan untuk diberi kesempatan hidup didunianya, namun Mengapa mereka begitu kejam kepada harimau seperti kita bu, sampai mereka merenggut nyawaku juga bu?” 
      Pertanyaanku dengan terbata bata, mencoba mengumpulkan nafas untuk mendengar jawaban yang mungkin akan menjadi terakhirnya untuk bertemu dengannya.
      “ Benda yang engkau maksud adalah sebuah benda yang dimiliki oleh mahkluk bertubuh besar nak, benda yang menghantamu bernama mobil, dan mahkluk bertubuh besar yang sering kamu lihat itu adalah manusia.”
      Aku tersontak kaget, banyak pertanyaan yang ingin ku ajukan padanya, hanya saja aku merasa tidak bisa bertahan lebih lama lagi, hujan begitu deras membersihkan darah yang keluar banyak dari dalam tubuhku, mungkin ini saatnya aku pergi, aku akan meninggalakan ibu sendiri, aku menyesal, aku belum bisa membalas perlakuan manusia kepada keluargaku, aku hanya berdoa dan meminta keadilan pada mahkluk seperti ku kepada Tuhan. Kegelapan mulai datang, aku hanya mendengar ibu menangis memanggil namaku, dan setelah itu semua benar benar gelap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Qosidah di The Voice Kids Indonesia

Suara indah adalah dambaan banyak orang untuk dimiliki.  Berbagai ajang kompetisi banyak bertujuan untuk mencari bakat ini. Salah satu ad...