Gerimis membasahi
pepehonan dan tanah yang ku tempati, bahkan untuk bersembunyi pun aku harus
berlari untuk mencari tempat berteduh meskipun harus berada di selokan yang
kotor. Tempat tinggalku sudah menjadi bangunan yang tidak pernah aku mengerti,
keras dan besar, dan sangat tinggi. Bahkan, bangunan itu telah menggusur
keluargaku untuk pergi secara paksa, aku tidak mengerti mengapa bangunan itu
sangat kejam kepada mahkluk layaknya aku.
Hujan dan gelap datang
bersamaan dengan air yang telah membasahi tubuhku, genangan air membuat aku
harus segera keluar dan mencari tempat singgah yang lain, aku berlari sangat
cepat, hingga aku tidak merasa, ada benda besar yang telah mengantam badanku
dan semua menjadi gelap.
“Ihsan… Ihsan…
bangunlah, nak!”
Aku mendengar suara ibu
berkali-kali memanggil dengan nada samar samar kudengar. Suara itu seperti
membuat aku masuk pada dunia masalalu, disaat semua masih baik baik saja, tanpa
ada bangunan kejam yang hampir saja membunuhku.
Suara yang sering
terdengar mulai bersenandung mengemakan
semua yang hidup bersamaku disini, aku hanya tahu, bahwa suara itu, adalah
pujian untuk tuhan sang maha pemberi hidup dan sering ku dengar, tubuh berbadan
besar menyebutnya dengan “suara adzan”. Langit terlihat berwarna biru tua,
sedangkan sang surya masih malu untuk menampakkan dirinya, suara kicauan silih
berganti, menandakan waktu telah pagi, dan tugas untuk mulai mencari makan. Aku
melihat semua Pemandangan indah seperti ini disetiap pagiku, ku panjat pohon
dan duduk di ranting untuk sekadar menyapa mereka, entah mereka mengerti bahasa
yang aku bicarakan atau tidak. Aku memang tinggal bersama mereka, tetapi bahasa
ungkapan berbeda.
Setelah matahari sudsh
terlihat olehku, barulah aku turun dan kembali ke keluargaku, rumahku memang
tidak cukup luas, hanya terbuat dari bekas bebatuan dahan dahan dan daun
kering. Seperti biasa ibu sedang mencari makanan untuk aku, ayah, dan dua
adikku. Biasanya aku hanya bermain kejar kejaran atau sekadar menganggu adikku
saja untuk menghilangkan rasa jenuh menunggu ibu yang tidak kunjung datang,
sedangkan ayah hanya melihat dan menjaga aku dari jauh.
“ Ihsan, Miko, Jira…
kemarilah nak, ibu membawakan makanan untuk kalian, hari ini, kita akan makan
sepuasnya ya.” Teriak ibu sambil membawa makanan
“ Ah, ibu… aku senang
sekali, mari makan bersama.”
Sesekali aku melihat
ayah dan ibuku makan dengan lahap, sedangkan adik adikku mencoba merebut
makanan dari ibu, mungkin makanan ini masih begitu keras bagi mereka, aku hanya
tersenyum saja melihat kebersamaan ini setiap hari, aku lanjutkan makan sampai
aku merasa kenyang, aku tidak sanggup untuk menghabiskannya, makanan ini cukup
banyak untuk badan sepertiku,
Setelah selesai, aku
duduk dan melihat sekeliling, banyak mahkluk lainnya sedang berlarian, atau
hanya duduk seperti apa yang aku lakukan. Cuaca sangat terik untuk hari ini,
panas sekali, sampai aku memutuskan untuk masuk kedalam rumah.
“ Miko dan Jira, jangan
jauh jauh mainnya ya, kalau sudah mulai gelap, segera pulang.” Terdengar ibu
berbicara kepada adik adiku disaat aku mulai beranjak untuk tidur.
Aku tertidur.
“ Ayo hancurkan tempat
ini, pusat pembelanjaan akan segera dibangun ditempat ini!” teriakan aneh yang
tidak pernah aku mengenalnya.
“ Tebang pohon dan
kemudian rapihkan tempat ini, cepat.” Lanjutnya
Suara berisik apa,
mengapa banyak bertubuh besar disini, apa yang akan mereka lakukan dengan
tempat tinggalku, aku tersentak bangun setelah memikirkannya, aku ketakutan, aku
segera memeluk Ibuku.
“ Ibu ada apa ini,
untuk apa mereka di tempat kita? “
“ Ibu tidak tahu, nak
yang jelas kita harus cepat pergi dari tempat ini sekarang juga,”
“ Mengapa bu, apakah
makhluk berbadan besar itu akan menghancurkan semuanya?”
“iya!” jawabnya singkat
Ibu meyuruh aku
mengikutinya dari belakang untuk berlari sangat cepat, menghindar dari benda
dan mahkluk bertubuh besar, aku tidak
melihat ayah dan adik adiku, entahlah, yang aku pikirkan adalah aku berlari
mengikuti perintah ibuku.
Aku dan ibu berhenti
sebentar didaratan lebih tinggi, aku melihat tempat tinggal yang sering
kunikmati berubah menjadi kobaran api dan suara berisik dari benda benda besar
itu, aku tidak mengerti dimana keberadaan ayah dan adikku, aku hanya melihat
ibu yang bermuram lemas melihat kejadian didepannya, ia hanya mampu menangis
dan berteriak saja. Aku tidak berani bertanya dimana keberadaan keluargaku yang
lainnya, karena terakhir aku mendengar ibu meminta adikku untuk pulang sebelum
gelap dan ayah masih menemani ibu makan, aku tidak tahu apa yang sudah terjadi
yang hanya aku tahu aku tertidur dan terbangun sudah berbeda keadaannya. Aku
tidak melihat keluargaku yang lainnya.
Ibu masih memilih
bungkam dan terus melihat pada tempat tinggal kami, aku duduk dan menunggunya
lebih tenang. Setelah beberapa menit, ibu mencium keningku, dan duduk
disampingku.
“ Adik dan ayahmu
mungkin sudah meninggal, nak.”
Suara lirih disertai tangisan yang tak kunjung
usai, terdengar napas yang masih serasa sesak untuk memulai sebuah cerita
“ Adikmu bermain,
mereka belum pulang, ayah menyusul untuk mencari, sedangkan aku diperintahkan
untuk menjagamu, aku tidak tahu, bahwa itu adalah pesan terakhir untukku, nak,”
Tangisan ibu pecah.
Aku terdiam dan
berdiri, mencoba tegar dan mencium ibu, aku memeluknya dengan erat, aku masih
tidak tahu dengan apa yang aku hadapi saat ini, semua masih membingungkan untuk
seusia aku, mungkin saat ini hanya tersisa dendam dan amarah untuk benda dan
makhluk bertubuh besar itu, apa salah keluargaku? Apa salah teman temanku? Apa
salah tempat tinggalku? Hingga mereka datang dan menghancurkan semua yang sudah
aku miliki, aku tidak pernah menganggu mereka, bahkan aku tidak tahu siapa
mereka? Mengapa mereka begitu kejam? Apa yang mereka inginkan, mengapa mereka
membunuh ayah dan adikku? Apa yang diinginkan? Kulit cantik apa? Untuk apa?
Rasanya ingin aku
melawan mereka, aku ingin berlari dan menghentikan mereka, menanyakan semua
pertanyaan dari makhluk seperti aku. Tetapi ibu mencegahku, ia hanya
memberitahu untuk menerima nasib yang sudah diberikan tuhan pada makhluk
seperti aku.
Ibu berdiri dan member
isyarat untuk pergi dari tempat ini. Tempat yang baru, tidak ada tempat
berlindung dan senyaman di tempatku seblumnya, tidak ada lagi pagi yang sering
aku lihat, tidak ada lagi candaan dari keluargaku. Semua sudah musnah.
Sampai pada keadaan
yang ingin membunuhku, aku mengingat semuanya. Benda besar dan keras yang sudah
menghantamku pergi begitu saja, aku melihatnya sebelum aku benar benar menutup
mata dalam kegelapan.
Hujan sudah membasahi
tubuhku, aku terbangun, aku melihat ibu sudah mencium dan mencoba menggangkat
tubuh bahkan tidak bisa kurasakan, aku hanya melihat ibuku menangis melihat
keadaanku, aku tidak bisa bergerak untuk berdiri dan memeluknya, tubuhku terasa
kaku, aku hanya bisa menciumnya saat ia menundukkan kepala untuk menggangkat
tubuhku.
“Ibu.” Hanya suara itu
yang aku bisa katakan padanya
“ Benda apa tadi yang
melemparku, dan siapa yang menghancurkan tempat tinggal kita, Aku hanya
sebagian dari makhluk tuhan untuk diberi kesempatan hidup didunianya, namun
Mengapa mereka begitu kejam kepada harimau seperti kita bu, sampai mereka
merenggut nyawaku juga bu?”
Pertanyaanku dengan
terbata bata, mencoba mengumpulkan nafas untuk mendengar jawaban yang mungkin
akan menjadi terakhirnya untuk bertemu dengannya.
“ Benda yang engkau
maksud adalah sebuah benda yang dimiliki oleh mahkluk bertubuh besar nak, benda
yang menghantamu bernama mobil, dan mahkluk bertubuh besar yang sering kamu
lihat itu adalah manusia.”
Aku tersontak kaget, banyak pertanyaan yang
ingin ku ajukan padanya, hanya saja aku merasa tidak bisa bertahan lebih lama
lagi, hujan begitu deras membersihkan darah yang keluar banyak dari dalam
tubuhku, mungkin ini saatnya aku pergi, aku akan meninggalakan ibu sendiri, aku
menyesal, aku belum bisa membalas perlakuan manusia kepada keluargaku, aku
hanya berdoa dan meminta keadilan pada mahkluk seperti ku kepada Tuhan.
Kegelapan mulai datang, aku hanya mendengar ibu menangis memanggil namaku, dan
setelah itu semua benar benar gelap